DOA JOMBLO, FIRST WLINGIWOOD FILM FESTIVAL dan HARI FILM NASIONAL
Hari Film Nasional akan dirayakan pada tanggal 30, tapi
kami mendahului merayakannya pada 25 Maret kemarin. Tanggal itu sengaja kami
pilih karena memang pada tanggal itu tim kami kebanyakan available. Anggota
Wlingiwood saat ini dominan anak-anak kuliahan yang hanya available saat
weekend. Maka jauh-jauh hari kami pun memutuskan 25 Maret adalah waktu yang
realistis untuk premiere SANDERA 2, film teranyar kami. Sekaligus kami mau
mengambil momentum bulan film nasional.
Lalu muncul ide di kepala…kenapa nggak sekalian bikin
festival film untuk pertamakalinya di kota ini?
Saya dan rekan-rekan mulai bikin kegiatan film di Wlingi
sejak 2009. Wow… tak terasa sudah begitu lama. 2010, untuk pertamakalinya
tercetus ide bikin festival. Saat itu saya belum tahu caranya. 2015, saat karya
kami berhasil dapat pengakuan, mentor-mentor kami menyarankan untuk mulai bikin
festival. Saat itu pun saya masih belum tahu caranya. Setelah melewati
masa-masa putus asa dan depresi, 2017 memberi angin baru buat saya pribadi.
Saya begitu bersemangat lagi berkarya. Rasanya kayak kembali ke tahun 2009.
Maka bersama anak-anak yang 90 persen masih baru di filmmaking kami
menghasilkan SANDERA 2…not too good as you wish but still better J
Lalu tersepakatilah…kami mo muter SANDERA 2 nggak Cuma di
private screening. Udah biasa n gampanglah kalo cuma muter di ruang kelas. Kami
mau bawa Wlingiwood goes to public. Mosok film-film kami diputer mau di kota
lain di kampungnya sendiri malah enggak?
Layarnya swadaya |
Dan ini muter dalam rangka festival, nggak cuma layar
tancepan doang. Ada konsep yang terarah hingga ke depannya. 2014 silam saat
rampung SANDERA yang pertama, kami juga muter untuk publik, tapi konsepnya
belumlah festival. Itu juga terlaksana cuman sekali tanpa konsep macem-macem.
Festival yang kami impikan adalah acara yang menampilkan karya-karya inspiratif
dan beragam genre. Kami ingin, nanti Wlingiwood Film Festival menjadi acara
yang banyak ditonton masyarakat sekitar. Tentu kami juga akan terus menjaga
kualitas produksi karya-karya kami. Nanti akan ada kurasi untuk film-film yang
akan tayang.
2 hari menjelang acara, cuaca sudah menunjukkan
tanda-tanda tak bersahabat. Namun saat itu saya berkeyakinan gini…”Ah biar lah siangnya
hujan deras, biar malamnya cerah..”
Soalnya akhir-akhir ini pola turunnya hujan emang gitu…siang
hujan, malam cerah. Sembari ber-marioteguh (baca: optimis) saya sebar undangan
ke pihak-pihak yang utama di level birokrasi dan layanan publik: Pak Camat plus
Muspika, Pak Lurah, Kapolsek, Danramil dll. Poster ditempel di beberapa titik,
flyer disebar. Banner gede kita pasang di pintu masuk area.
Anak-anak ludruk stunt (stage combat show) terus berlatih
banting-bantingan dari ubin ke aspal. Atraksi ini akan disajikan sebagai
pembuka acara. Pada saat yang sama, tim logistik dikoordinasi agar mencari
bahan pangan “gratis”. Anak-anak mencari sesuatu dari kebun, toko dan dapurnya
untuk disumbangkan sebagai bahan konsumsi pas acara. Yang masak ibunya
sutradara ludruk stunt kita, Kang Mbeno. Hidangan untuk hari itu ada: Telo
godhog, gedhang ambon mateng, kripik tales, sosis goreng, sego pecel, jangan
tewel dll. Ngombene? Yo Aqua kerdusan…Semua dilakukan secara swadaya. NO
SPONSORSHIP (nggak jadi, nggak prospek n waktunya mepet). Layar beli sendiri
(ngutang), cuma proyektor yang minjem sekolahan. Bikin festival modal dengkul
tenan. Tapi jangan remehkan dengkulnya anak Wlingiwood. Sekali nekad, geraknya
bisa lebih cepat daripada otak.
Lha ndilalah pas hari H-nya kebalik. Wlingiwood Film
Festival sukses menjadi pesta air hehehe…
Main air |
Sound system dan panggung sumbangan dari Pak Camat
akhirnya nganggur. Sama anak-anak ludruk stunt malah buat main luncur-luncuran.
Jam 7 malem itu…dingin…basah. Sebagai festival director saya putuskan acara
pindah ke aula. Layarnya pake banner bekas seminar dibalik. Tentu aja jauh
lebih kecil dari layar gede di luar sana. Masyarakat luar yang datang cuma 3
orang…yang lain warga Wlingiwood semua hahahaha..
Dari sekian undangan yang beneran hadir cuma Pak
Sekretaris Kecamatan dan Ibu wakil Dinas Pariwisata dan Pemuda Kabupaten (lupa
saya singkatannya…instansinya namanya panjang n ribet). Ibu dinas pariwisata cuma
“say hi” sedang Pak Sekcam nonton sampai akhir, tapi gak mau ikut makan bareng.
Entahlah apa nanti yang ada di pikirannya nonton SANDERA 2 yang “jlab-jleb”
gitu.
SANDERA 2 KARMA, film terbaru dari Wlingiwood |
Tutup festival |
Soal makanan…wow…melimpah ruah. Makanan itu mustinya buat
minimal 2 kali makan. Karena teman-teman kerja sejak siang. Entah karena hujan
bikin kenyang atau saking sibuknya kita, makanan itu sampe turah-turah…bahkan
jangan tewel maknyus yang ada dipanci lupa dibuka karena kita asyik sama pecel
bikinan Ibunya Kang Mbeno yang maknyus itu. Saya yang biasanya nambah juga gak
kuat.
Entahlah musti dibilang gimana Wlingiwood Film Festival
yang perdana ini…ndilalah alhamdulillah hujan duerassss :D sungguh doa jomblo yang ijabah.
Ora popo…hujan juga anugrah alam yang musti disyukuri. Senang lihat anak-anak ngumpul. Senang lihat semua menikmati filmnya. (kami muter 12 film, awalnya 11 tapi Mas Betet nambahin 1 lagi pas udah selesai programming).
Biarlah hujan juga menyapu semua kenangan pahit dan hal-hal yang tak layak lagi ditempatkan di labirin batin :D
Saya merasa bahagia. Bahagia gitu
saja…
SELAMAT HARI FILM NASIONAL.
G. Ekalaya
(Festival Director/Koordinator Umum Komunitas Wlingiwood Filmmakers)
Hari Film Nasional akan dirayakan pada tanggal 30, tapi
kami mendahului merayakannya pada 25 Maret kemarin. Tanggal itu sengaja kami
pilih karena memang pada tanggal itu tim kami kebanyakan available. Anggota
Wlingiwood saat ini dominan anak-anak kuliahan yang hanya available saat
weekend. Maka jauh-jauh hari kami pun memutuskan 25 Maret adalah waktu yang
realistis untuk premiere SANDERA 2, film teranyar kami. Sekaligus kami mau
mengambil momentum bulan film nasional.
Lalu muncul ide di kepala…kenapa nggak sekalian bikin
festival film untuk pertamakalinya di kota ini?
Saya dan rekan-rekan mulai bikin kegiatan film di Wlingi
sejak 2009. Wow… tak terasa sudah begitu lama. 2010, untuk pertamakalinya
tercetus ide bikin festival. Saat itu saya belum tahu caranya. 2015, saat karya
kami berhasil dapat pengakuan, mentor-mentor kami menyarankan untuk mulai bikin
festival. Saat itu pun saya masih belum tahu caranya. Setelah melewati
masa-masa putus asa dan depresi, 2017 memberi angin baru buat saya pribadi.
Saya begitu bersemangat lagi berkarya. Rasanya kayak kembali ke tahun 2009.
Maka bersama anak-anak yang 90 persen masih baru di filmmaking kami
menghasilkan SANDERA 2…not too good as you wish but still better J
Lalu tersepakatilah…kami mo muter SANDERA 2 nggak Cuma di
private screening. Udah biasa n gampanglah kalo cuma muter di ruang kelas. Kami
mau bawa Wlingiwood goes to public. Mosok film-film kami diputer mau di kota
lain di kampungnya sendiri malah enggak?
Layarnya swadaya |
Dan ini muter dalam rangka festival, nggak cuma layar
tancepan doang. Ada konsep yang terarah hingga ke depannya. 2014 silam saat
rampung SANDERA yang pertama, kami juga muter untuk publik, tapi konsepnya
belumlah festival. Itu juga terlaksana cuman sekali tanpa konsep macem-macem.
Festival yang kami impikan adalah acara yang menampilkan karya-karya inspiratif
dan beragam genre. Kami ingin, nanti Wlingiwood Film Festival menjadi acara
yang banyak ditonton masyarakat sekitar. Tentu kami juga akan terus menjaga
kualitas produksi karya-karya kami. Nanti akan ada kurasi untuk film-film yang
akan tayang.
2 hari menjelang acara, cuaca sudah menunjukkan
tanda-tanda tak bersahabat. Namun saat itu saya berkeyakinan gini…”Ah biar lah siangnya
hujan deras, biar malamnya cerah..”
Soalnya akhir-akhir ini pola turunnya hujan emang gitu…siang
hujan, malam cerah. Sembari ber-marioteguh (baca: optimis) saya sebar undangan
ke pihak-pihak yang utama di level birokrasi dan layanan publik: Pak Camat plus
Muspika, Pak Lurah, Kapolsek, Danramil dll. Poster ditempel di beberapa titik,
flyer disebar. Banner gede kita pasang di pintu masuk area.
Anak-anak ludruk stunt (stage combat show) terus berlatih
banting-bantingan dari ubin ke aspal. Atraksi ini akan disajikan sebagai
pembuka acara. Pada saat yang sama, tim logistik dikoordinasi agar mencari
bahan pangan “gratis”. Anak-anak mencari sesuatu dari kebun, toko dan dapurnya
untuk disumbangkan sebagai bahan konsumsi pas acara. Yang masak ibunya
sutradara ludruk stunt kita, Kang Mbeno. Hidangan untuk hari itu ada: Telo
godhog, gedhang ambon mateng, kripik tales, sosis goreng, sego pecel, jangan
tewel dll. Ngombene? Yo Aqua kerdusan…Semua dilakukan secara swadaya. NO
SPONSORSHIP (nggak jadi, nggak prospek n waktunya mepet). Layar beli sendiri
(ngutang), cuma proyektor yang minjem sekolahan. Bikin festival modal dengkul
tenan. Tapi jangan remehkan dengkulnya anak Wlingiwood. Sekali nekad, geraknya
bisa lebih cepat daripada otak.
Lha ndilalah pas hari H-nya kebalik. Wlingiwood Film
Festival sukses menjadi pesta air hehehe…
Main air |
Sound system dan panggung sumbangan dari Pak Camat
akhirnya nganggur. Sama anak-anak ludruk stunt malah buat main luncur-luncuran.
Jam 7 malem itu…dingin…basah. Sebagai festival director saya putuskan acara
pindah ke aula. Layarnya pake banner bekas seminar dibalik. Tentu aja jauh
lebih kecil dari layar gede di luar sana. Masyarakat luar yang datang cuma 3
orang…yang lain warga Wlingiwood semua hahahaha..
Dari sekian undangan yang beneran hadir cuma Pak
Sekretaris Kecamatan dan Ibu wakil Dinas Pariwisata dan Pemuda Kabupaten (lupa
saya singkatannya…instansinya namanya panjang n ribet). Ibu dinas pariwisata cuma
“say hi” sedang Pak Sekcam nonton sampai akhir, tapi gak mau ikut makan bareng.
Entahlah apa nanti yang ada di pikirannya nonton SANDERA 2 yang “jlab-jleb”
gitu.
SANDERA 2 KARMA, film terbaru dari Wlingiwood |
Tutup festival |
Soal makanan…wow…melimpah ruah. Makanan itu mustinya buat
minimal 2 kali makan. Karena teman-teman kerja sejak siang. Entah karena hujan
bikin kenyang atau saking sibuknya kita, makanan itu sampe turah-turah…bahkan
jangan tewel maknyus yang ada dipanci lupa dibuka karena kita asyik sama pecel
bikinan Ibunya Kang Mbeno yang maknyus itu. Saya yang biasanya nambah juga gak
kuat.
Entahlah musti dibilang gimana Wlingiwood Film Festival
yang perdana ini…ndilalah alhamdulillah hujan duerassss :D sungguh doa jomblo yang ijabah.
Ora popo…hujan juga anugrah alam yang musti disyukuri. Senang lihat anak-anak ngumpul. Senang lihat semua menikmati filmnya. (kami muter 12 film, awalnya 11 tapi Mas Betet nambahin 1 lagi pas udah selesai programming).
Biarlah hujan juga menyapu semua kenangan pahit dan hal-hal yang tak layak lagi ditempatkan di labirin batin :D
Saya merasa bahagia. Bahagia gitu
saja…
SELAMAT HARI FILM NASIONAL.
G. Ekalaya
(Festival Director/Koordinator Umum Komunitas Wlingiwood Filmmakers)