Ini adalah jurnal yang saya bikin semasa belajar bikin festival film untuk pertamakali.
DAY 1: 23 Februari 2017
Oke. Saya benar-benar menjadi seorang Ekalaya sekarang. Semua dipelajari dengan cara sendiri. Nggak tau caranya gini gitu ya...bikin cara sendiri.
Komunitas kami tidak tahu apa-apa soal metode pemutaran/distribusi film indie. Ngapusi ah... oke tahu cuman dikit banget.
Dan kami baru sadar itu kemaren. Anggap aja kami blas ora ngerti.
Kami putuskan untuk belajar dari nol lagi.
Jikalau rekan-rekan ada kelapangan ilmu mohon sudi berbagi. Secara personal saya pun sudah nanya kanan kiri, atas bawah.
Semua informasi saya rekam dulu untuk memutuskan metode yang paling pas untuk komunitas kami.
-Bagaimana cara memulai
-Apa yang musti dipersiapkan
-Siapa yang cocok dihubungi
Kami masih dalam taraf belajar. Sejarah sinema sudah seratusan tahun, kami baru lahir 3 tahunan silam. Orang-orang indie udah pake kamera 4K, kami masih pake Canon 3 Digit. Film orang-orang udah ditonton sana sini, kami cuma di sini dan situ saja.
Inbox saya untuk berbagi, info dan apapun.
Terimakasih dan salam dari desa.
DAY 2: 24 Februari 2017
Ternyata banyak yang belum tahu siapa itu Ekalaya, nama yang saya comot sebagai identitas kreatif saya sejak 2014.
Ekalaya alias Palgunadi adalah seorang pemuda ndeso yang ngefans ama Guru Drona. Guru Drona punya akademi memanah namun eksklusif buat orang bangsawan. Ekalaya sangat ingin bisa Kungfu Panahan in the Style of Drona's School. Maka karena dia gak bisa masuk akademi eksklusif tersebut, mulai membikin action figure yang menyerupai Drona.
Ekalaya berlatih sendiri ilmu panahan sambil dipandu imajinasi wejangan kuliah Drona (dalam wujud action figure tersebut). Itu hal yang saya adopsi dari kisah Ekalaya. Kisah ini merupakan bagian dari epos Mahabarata.
Gugun sendiri berasal dari kata "Go Gun" yaitu "pergi dan ambil senjatamu", artinya gunakan seluruh potensi diri sebagai senjata. Sorry...kalo bagian ini aku ncen ngapusi hahahah. Gugun ya panggilan dari nama tengahku lah.
So, kali ini saya akan berbagi soal belajar ala Ekalaya, karena 90 persen ilmu yang saya gunakan sekarang berasal dari metode ini. Ekalaya adalah tentang belajar sendiri. Drona-mu bisa siapa pun, atau apapun.
Sekarang saya sedang belajar gimana cara mengelola pemutaran film komunitas kami, Wlingiwood Filmmakers. Kita mulai dari nol sehingga teman-teman bisa ngikutin proses kami ber-Ekalaya. Cek update status setelah ini. Lets do Ekalayan Way of Learning Something.
Saya udah update status yang menyatakan bahwa kami ingin belajar soal pemutaran film. Dari nol. Yang respons di status cuman dikit tapi ada satu respons dari seorang produser film, Bang Ichwan Persada. Kita besok akan mencoba menjalankan usulannya.
Seperti yang kemaren kami gembar-gemborkan. Kami baru saja rampung bikin SANDERA 2 KARMA. Film action indie, handmade, low budget, high creativity. Bagi penggemar film, ini perlu sampeyan tonton karena menunjukkan semangat kreatif di tengah keterbatasan. Lagian ceritanya lumayan :)
Bersama dengan banyak pemula, kami bikin selama 2 minggu, sekarang sedang nunggu proses scoring.
Rencananya SANDERA 2 akan kita putar 25 Maret mendatang. Di mana? Nha ini lagi proses mencari tempat pemutaran dan promosi.
Selama ini kami muternya insidentil, kadang nebeng acara lain. Nah di sini kita ingin membikin jaringan pemutaran reguler.
Anggaplah Wlingiwood ini gak ada apa-apanya. Meski dah masuk koran tapi nyatanya belum punya massa penonton bahkan di level lokal. Serasa...dudu kancane iki, dudu kancane kae.
Dudu sopo-sopo. Nobody.
Okay, now the time for "mbabat alas".
Nyari penonton dan tempat muter dulu.
Siapa yang mo nonton film kita neh?
Besok akan saya update perkembangan kita mbabat alas ini.
Hari ini tadi kita bertemu dengan divisi komunitas dan digital content dari sebuah brand operator seluler, menjajaki kemungkinan kerjasama. Saya blas nggak punya ilmunya, dan secara Ekalayaistik saya tadi presentasi. Untung saya bawa laptop sama trailer film-film kita.
Spontanitas karena rencananya tadi ke tempat yang lain. Bersama mereka kami jadi ada gambaran bagaimana acara nanti kita gelar. Karena mereka fokusnya adalah dodolan produk mereka (direct selling) sementara kita malah kualifikasinya branding (lewat film atau kegiatan) jadi perlu mengubah arah gerak. Direct selling produk? wah ini baru buat saya pribadi. Saya mah kelasnya dodolan dolanan dan barang antik...eceran. Lha ini musti nyari puluhan ribu customer... teman satu kelas aja belum tentu ada yang kenal saya. Saya ini introvert dan nggak populer. Tapi saya seorang Ekalaya. Yo wis kita pelajari sambil salto.
(wewww puluhan ribu orang kan cukup buat gelar demo...)
Hasil dari bertemu orang dari brand operator seluler tadi kita punya gambaran sponsorship, meski entah apa nanti wujudnya. Setelah ini saya mau ketemu local ruler di sini, nyari tau tempat mana yang pas buat pemutaran.
Bayangan saya...ke depan tempat ini akan kita pakai secara reguler, acara akan dipegang anak-anak binaan Wlingiwood. Dan kami bisa lebih giat produksi. Oh iya. Kami berharap bisa muter film dari karya teman-teman di luar Wlingiwood.
Stay maos status saya. Kita belajar bersama ala Ekalaya.
When nobody guide you, you guide yourself. That's Ekalayan way of learning.
Sugeng sonten everyone.
DAY 3: 25 Februari 2017
Tadi sibuk menghubungi sana-sini buat nyari tempat gelar pemutaran. Eh ada yang inbox nawarin tempatnya (luar kota), sippp catet aja. :)
Ketika kita sungguh-sungguh berkarya, tulus...tulus "makcemplung" ibarat puup yang terjun bebas ke beningnya air kali, insyaallah semesta akan memanggil orang-orang yang kau butuhkan.
Saya udah bikin film semenjak gak punya kamera. Dan film pertama saya (yang ultra njleput itu) "memanggil" banyak orang ke lingkaran saya, membantu saya berproses kreatif hingga seperti saat ini.
Saat ini saya berupaya membangun jejaring pemutaran yang reguler, mandiri dan bisa mewadahi rekan-rekan yang butuh wahana mengedarkan karya. Sekali lagi...mulai dari nol.
Nggak mudah. Pasti. Tapi ini insyaallah lebih gampang daripada menahan berak saat SD. Pernahkah kamu kebelet saat pelajaran matematika, dan kamu takut minta ijin ke belakang karena gurunya galak? Belum lagi WC di sekolah biasanya gak ada air?
Semoga membangun jaringan tak sesulit dan semenyakitkan itu....
Bismillah. Gusti Allah jumpakan saya dengan orang-orang yang asyik untuk berkarya dan berjejaring. Oh iya....Jangan kirimkan perempuan cantik kecuali ia setia ngiahaha.
Wlingiwood...we gonna make more movie this year.
DAY 4: 1 Maret 2017
Tadi nemuin Pak Camat, memperkenalkan diri sambil minta ijin untuk bikin acara pemutaran. Dari obrolan bareng teman-teman kayaknya kita mau menggelar semacam Wlingiwood Indie Film Festival yang perdana. Besok kita akan test screen dulu.
Lengkap sudah. Gawe film dewe, main dewe, nyuting dewe trus ngko yo ditonton neng kuthane dhewe hehehe.
Yup...bantuan n sumbangan monggo disalurkan ngiahahahaks.
Teman-teman yang tinggal di Wlingi dan sekitarnya, yang mau terlibat di kegiatan kita bikin pemutaran monggo inbox saya. Kita perlu tim publikasi, acara, penyambut tamu dll.Mau gabung tim performer pecicilan juga monggo.
DAY 5: 2 Maret 2017
Menjalankan komunitas musti mampu mewadahi aspirasi maupun mengendalikan anggotanya. Bukan tak mungkin dalam perjalanan yang lama ada crash kepentingan, minat, arah dll. semua diatasi dengan bicara, komunikasi. Bedakan wilayah personal dengan komunal. Kalo nggak ntar bubar entah karena kemalasan pribadi atau ego masing-masing.
Untuk mengatur hal itu kita perlu aturan, rules yang disepakati dan juga komitmen menjalankannya. Hati-hati jika berurusan dengan uang. Musti dibicarakan dari awal. Uang itu bisa bikin teman jadi lawan, lawan jadi teman.
Di Wlingiwood, produksi biasanya dijalankan oleh label-label personal. Label itu berhak memutuskan soal arah filmnya dan apa yang dilakukan jika itu melibatkan dana. Hal-hal semacam itu kami paparkan ke anggota jauh-jauh sebelum produksi.
Hubungan interpersonal juga musti dijaga. Hati-hati dengan hal-hal yang mungkin sensitif bagi satu orang.
Saya pribadi udah cukup lama berkomunitas. Ada cuman sebagai penggembira, ada yang mana saya jadi konseptor, pengurus dll. sejak era Studio Woh, grup pecicilan GSP, Sanggar SAANANE dan terkini Wlingiwood Filmmakers.
Pendapat saya, sebelum komunitas itu dilegalkan, solidkan dulu anggotanya. Ada kaderisasi dll. Untuk itupun kami masih terus belajar...ber-ekalaya.
Agenda malam ini private screening untuk tim SANDERA 2 :) ngecek gambar, suara dll. penonton umum yang sabar ya masih kami urus perijinan dan lokasinya
DAY 6: 4 Maret 2017
Nemuin Pak Camat untuk nyerahin proto-proposal acara pemutaran. Lampu semakin hijau dan next kita mo ngobrol ama pihak Muspika.
Sewaktu nyetak proposal, anaknya yang punya percetakan (kira2 usia 8 taunan kayaknya) lihat poster film kita, bilang ke mamanya:
"Ma, nanti nonton film ini ya, Ma!"
Ia terus merajuk. Saya langsung "maktratapppp"...
" Dek...itu filmnya gelut-gelutan, bukan soal puteri dan pangeran...", batinku.
...tapi mungkin gak papa...siapa tau kamu ntar juga jadi filmmaker. I don't believe that violence comes from film. Violent people are born from the violence of their daily problems. Fiction is just a resonance of daily experience.
DAY 7: 5 Maret 2017
Wis mulai latian koreo hehe.
Latian ketoprak buat tanggal 25 nanti. Gak punya tempat ya wis latian di pinggir jalan.
DAY 8: 8 Maret 2017
Telah menemui Pak Camat dan nanyain soal pembiayaan kegiatan. Jujur aja kita gak modal. Cuma dengkul dan niat tulus.
Dengkul yang mulus dan tulus. Pak Camat kasih sinyal bisa bantu dan sebagian melibatkan sponsor.
Besok rencananya mau survey lokasi n pedekate lagi ke calon sponsor.
For Wlingiwood team:
Besok latian jam 3 di bioskop Sixpack (reruntuhan balai pertemuan kemaren, cah...kuwi nek ora kedhisikan cah2 cilik ndableg sing dolanan futsal wingi). Tapi besok pagi jam 8an mo kita temuin Pak SekCam buat koordinasi make tempat.
Oiya. Mas Betet Kunamsinam mo mampir jadi setelah banting2an n tungkak2an ngko latian akting.
Outside Wlingiwood, monggo klo mo mampir kenalan.
DAY 9: Lupa tanggal
Hari ini kita coba survey lokasi pemutaran sekalian nanyain Pak Camat kira-kira proposal kami udah sampe mana. Ternyata Pak Camat lagi ada acara di Ponorogo, Pak SekCam juga. Ya udah ngomongnya ke frontdesk girl magang 2 ABG kembar yang lagi jaga.
Kita cek juga aula milik kecamatan yang rencananya mo kita pake latian gelut n akting ntar sore. Lumayan ruangnya luas, ubinnya adem...pengen saya klesotan di situ. You know what "klesotan" is?
Tapi tadi nyari colokan kok susah ya?
Di halaman kami ngitung-ngitung space buat muter, nancepin layar dll. Didatengin bapak-bapak I don't know who he is and what position he has ing kantor kecamatan, mengingatkan...
"Mas, kalo mau bikin kegiatan urus ijinnya, lapor ke polsek, kelurahan dll..."
Wooo siap, Pak. Kami udah koordinasi sama Pak Camat langsung.
Bapak itu baru pertama lihat saya. Dia belum kenal saya. Dia nggak tahu kalau saya punya koleksi...boneka beruang. (ra ono hubungane)
Setelah itu saya mampir ke kantor salah satu calon sponsor. Ketemuan sama manajer salah satu divisi. Yap per"gambleh"an kita mulai. Hewes hewes hewes hewes... intinya saya ngomongin rencana pemutaran dan prospek komunal ke depan. Nah dari pergamblehan ini ada pelajaran juga yang bisa saya petik...ini menyangkut relasi inferioritas dan kekuasaan.
Mas manajer ini mengeluhkan soal kelakuan kaum-kaum subordinat...orang bawahan...wong ngisoran. Mereka itu suka overacting. Misalnya pas bikin acara di fasilitas publik, pasang banner. Rupanya ijinnya telat nyampe ke mripat-mripat para bapak punggawa ketertiban kota...Satpol PP. Maka digeruduklah kantor Mas Manajer itu...katanya 15 orang satpol PP. Mereka membuka pagi yang cerah itu dengan kalimat gini...
"Mas, kalo situ punya rumah terus di pekarangan sampeyan mendadak ada orang masuk pasang plang...perasaan sampeyan gimana, Mas?"
Tentu kita nggak bisa bayangin ekspresi imut satpol PP kan?
Pak Satpol ngelanjutin..."Kalo dalam 5 menit sampeyan gak bisa nunjukin surat ijin ke saya. Banner kami cabut paksa."
Emang banner itu nancep ke aspal begitu dalam ya? Sampe perlu dipaksa?
Nah, kebetulan yang bawa surat perijinannya waktu itu orang lain. Maka secara diplomatis mangkel, Mas manajer langsung bilang.
"Ya, silakan bapak cabut. Saya akan bawa surat ijin yang ditandatangani oleh atasan bapak jauh itu."
Jadi, guys...
Biasanya orang yang inferior, selalu mencari ruang berkuasa. Bisa aja kan dia ngomong baik-baik minta ditunjukkan surat ijin?
Kita maklum...orang lapangan gak biasa lah ngomong gayeng dengan senyum seimut aspal jalan raya Wlingi-Kesamben.
But you know the lesson...
Orang yang inferior cenderung mencari tempat dimana ia bisa merasa berkuasa. Puas lihat orang cemas atau tunduk. Setelah itu ia akan bercerita soal itu di warung kopi..."Woy aku mau bar nggetak cah nom kemlinthi...." (Woy gue baru aja bentak anak muda songong...)
Jadi begitulah. Teman-teman yang biasa jadi EO pasti kenyang pengalaman ginian.
So guys, this is Ekalayan way of learning something.
Go to the street, talk to the guy who own the place, keep smile, learn the lesson.
Makaten kemawon. Sugeng siang from Wlingiwood...referensi terdepan film gerilya.
Sampun.
DAY 10: 9 Maret 2017
Latian Stuntman ketoprak Wlingiwood hari ini langsung di aula kecamatan Wlingi ya. Saya offline di luar.
Jumpa Wlingiwood di kota Blitar. Nanti bersama Betet Kunamsinam, Gugun Ekalaya, Kakang Mbeno Mamen, Novan Coklat, Samudra DeAlfaros dan kawan-kawan Team Wlingiwood Filmmakers Saiki leren sik...tadi glinding-glindingan.
DAY 11: 10 Maret 2017
Tahun ini komunitas WLINGIWOOD FILMMAKERS sedang berupaya berbenah dan berkembang. Salah satu upaya tersebut adalah menuju legalitas. Jujur aja kami ini paling males repot ngurus ini dan itu. Isi berkas-berkas dll. Kami lebih suka berkarya dan pecicilan di lapangan. Bikin page dan blog aja jarang keurus.
Tapi kami sadar, payung hukum adalah sebuah kebutuhan yang akan memudahkan kami. Nah, sembari menuju ke sana kami merapikan dulu sistem gerak komunitas. Bikin dulu AD/ART, sistem produksi dll.
Nah, bagi rekan-rekan yang punya kelapangan mau memberikan donasi, bantuan & whatever (nggak musti berupa duit dan yang jelas nggak cukup doa), silakan hubungi kami.
Mau ngasih proyektor silakan, kamera silakan, layar buat muter film silakan.
Kalo anda ingin ngecek kredibilitas dan integritas komunitas kami silakan cek pada orang-orang yang pernah main-main sama kami yang (masih) ilegal ini :D
Maturnuwun.
DAY 12: 12 Maret 2017
Pecicilan di sini nggak ada yang ngusir.
DAY 13: 13 Maret 2017
Waktu pelaksanaan acara makin dekat dan kami belum dapat kabar dari kecamatan. Kami isi terus masa penantian dengan pecicilan di "dojo" baru yang oke. Setidaknya nggak ada lagi yang ngusir, melototin ato ngganggu.
Tapi tadi ada message di WA dari Pak Sekcam, "Mas, hari kamis nanti kita akan kumpulkan Kepala Desa, sampeyan bisa ikut."
Wo nggih, siyappp.
Malam minggu kemarin kita melakukan rapat kecil agak besaran dikit sama anggota Wlingiwood yang baru. Pembicaraan kita berkisar seputar legalitas, strategi berkarya dan upaya penggalangan dana.
Selama ini Wlingiwood bergerak secara gerilya, mandiri, senyap dalam cueknya keriuhan industri. Ya iyalah lha wong jenenge indie. Kawan cuma sedikit jaringan nggak punya...yo nggawe dhewe akhire.
Pelajaran yang terpenting bagi kami: Berkarya itu panggilan jiwa.
Dan semakin terpanggil hatimu, langkah akan dipenuhi dengan kesunyian. Sudah watak umum hanya menyambut apa-apa yang sudah sampai puncak tujuan. Merangkak dari bawah yang gelap adalah perjuangan sunyi. Mungkin akan ada yang berguguran sebagaimana sebelumnya. Atau yang melupakan dan meninggalkan. Wis lumrah.
Teman perjuangan paling setia adalah luka karena menginjak pecahan kaca waktu.
@Wlingiwood. Latian di aula kecamatan ya. Hari ini koreografi.
DAY 14: 14 Maret 2017
Tercapailah bayangan saya bahwa Wlingiwood menjadi semacam akademia ala Plato. Wlingiwood adalah tempat berbagi segala ilmu berguna dan keceriaan yang terarah (ada loh keceriaan yang nggak terarah).
Tadi siang kita sharing Taekwondo basic bareng Bang Bakhtiar Fardiansah. Ini akan membantu rekan-rekan aktor/stunt fighter untuk peran mereka. Sedangkan besok kita akan sharing soal akting bareng Mas Betet Kunamsinam.
Ojo lali yo, Guys. Di "dojo" ijo royo-royo lor bioskop Six Pack alias aula Kecamatan Wlingi. Jam telu.
Keep rolling, action lan migunani.
DAY 15: 16 Maret 2017
Hari ini kami diundang Pak Camat ikut rapat sama Muspika, Kapolsek dan Danramil plus para Kades dan Lurah penggerak masyarakat Wlingiwood. Isinya adalah menyampaikan aspirasi, laporan, gagasan dan saran. Kesempatan itu saya gunakan untuk memperkenalkan komunitas kami...yaa supaya mereka nanti gak heran kalo ada orang-orang pake kostum Mojopaitan bawa tombak salto-salto deket Tugu Garuda (ikonnya Wlingi).
Lampu hijau sudah dinyalakan, kami tinggal koordinasi sama Pak Sekcam. Wewww tinggal semingguan lagi, Guys.
Sementara itu latihan ketoprak masih digelar nanti sore jam telu di aula Kecamatan Wlingi.
If you wish to join us, well we sumanggakaken you to visit our padepokan dadakan...the dojo ijo royo-royo of aula kecamatan.
DAY 16: 19 Maret 2017
Teman-teman ada yang punya film durasi 8 menit ke bawah, yang menghibur (berbagai genre)? Kami mau mengadakan pemutaran di Wlingiwood.
Monggo ajukan film teman-teman. Akan dikurasi oleh tim kami. Diputar 25 Maret.
DAY 17: 20 Maret 2017
Hari ini kami koordinasi dengan Pak Sekretaris Kecamatan (Sekcam) mengenai penyelenggaraan acara Wlingiwood Independent Film Festival tanggal 25 Maret ini. Muepetttt banget to, Cah...
Oke...gak usah kalian bilang "Kok mepet banget?"...PANCENNNN.
Pak Sekcam menginstruksikan kami agar mengurus perijinan mulai dari:
-Kelurahan
-Kecamatan
-Polsek
-Koramil
Dan waktu itu udah jam 12 siang. Jam 1 mo berangkat trus ujan deras. So we are all kebetheng in the rain. Jadi kayaknya ya baru besok bisa ngurus. Sementara itu saya nyiapin dulu berkas-berkas yang mungkin diperlukan. Ngeprant-ngeprint n motokopi.
Repotnya jam 3 ini stuntfighter ludruk Wlingiwood musti latian dan saya juga ndampingin. Terus you know what? Film yang mo diputer ternyata perlu direvisi lagi. Render maningggg...........
Ada ilmu kehidupan yang juga sempat kami peroleh saat wara-wiri tadi.
Kami ketemu (lagi) sama Pak J, seorang pegawai BKKBN urusan Keluarga Berencana. Ternyata Pak J ini adalah seorang pesilat senior. Masa mudanya penuh pertarungan dan kekerasan. Dia adalah fighter MMA tradisional (Pencak Dor) pada masa mudanya.
Sering terlibat kekerasan saat muda. Namun demikian Pak J sekarang menjadi seorang yang sangat bijak. Usia dan pengalaman memang memahat jiwa seseorang.
Pak J mengajarkan pentingnya keteguhan dalam mengambil keputusan. Juga sebagai pesilat tidak waton nekad. Dan di usianya yang saya taksir 50-60 itu, Pak J masih bisa split hehehe.
Well, back to topic.
Memang terlalu mepet kami bikin acara. Ya maklum baru kali ini kami ngurus beginian. You know... Ekalayan way. Sembari menunggu bala bantuan gaib menengok kami, saya takrileks dulu...
Ke tempat latian pecicilan.
DAY 18: 21 Maret 2017
Alhamdulillah. Pengurusan berkas-berkas langsung rampung dalam sehari. Paling banyak ditanyai Kanit intel polsek.
"Film apa, Mas?"
"Film karya anak-anak dan kami sendiri, Pak. Made in Wlingiwood."
"Durasi berapa?"
"Itu sudah saya tulis, Pak."
"Aman nggak nih?"
"Siap! Aman, Pak! Tidak mengandung penistaan agama dan adegan ciuman antar lelaki."
Trus Pak Kanit intel ngajak selfie bareng. (duu saya lupa nanya instagramnya). Tandatangan kapolsek srat sret srat sret taraaaa ijin keramaian telah turun.
Malam hari kami recce di lokasi. Baru kami tahu kalo lampu besar penerang halaman kecamatan itu nggak bisa dimatiin. Udah otomatis dari pusat. Padahal layar tancepnya menghadap lampu.
Karena ribet kami mau konsultasi besok ke PLN. Tu lampu bisa dikontrol, nggak? Anak-anak udah pada jengkel mau ngetapel...weee kuwi lampune negoro, dull.
Ya udah. Kami urusin hal lain dulu. Kami itung-itung uang kas...twewwww, lhah...kok...jadi gaib.
Semua terkulai lemas.
Saya motivasi anggota tim saya.
"Teman-teman...meski kita kehabisan dana....matilah kalian."
Ora popo. Bokek syahid. Lalu saya kutip dialog dari film Sandera 2,
"Kesetiaan itu bisa dibeli, tapi kepercayaan?...mboten!"
Dan saya kemudian sadar kutipan itu gak ada hubungannya sama masalah kami.
Ah gampang. Pikir besok.
DAY 19: 22 Maret 2017
Barusan test layar tancep. Layarnya gede meski belum segede layar standar bioskop. Lalu saya jadi inget saat masih kost di Blimbingsari dekat kali Code. Layar ini masih lebih luas daripada ukuran kamar saya. Saat itu saya masih bercita-cita jadi dosen Sastra Jepang.
Aulanya dipake arisan ibu-ibu dharma wanita dulu. Kita rapat klesotan di luar...coz we are Wlingiwooooooood!
DAY 20: 23 Maret 2017
Lusa udah acara. Undangan udah disebar. Apakah grup ludruk stunt udah siyap?
Swadaya, Lik.
Layar tancep ala Wlingiwood jihad cinema squad
Eman-eman mo kita tempel di jalan. Lha bagus sih...meski ada banyak gini...
This is...Swadayaaaaaa!!!
25 Maret, jika anda ada di Blitar Raya atau malah Wlingiwood...yuk malam mingguan nongkrong nonton film di halaman kecamatan Wlingi. Ini juga bisa jadi alasan buat ngajak gebetan loh.
SANDERA 2 KARMA akan kita puter.
Sinten ingkang wonten Solo/Surakarta?
Punika SANDERA 2 KARMA badhe mbacok panjenengan ing layar tancep dening Kisi Kelir
Monggo dipun kinthili instagramipun @kisikelir
Mpun kesupe, guys.
Wlingiwood stabs Surakarta
DAY 21: 24 Maret 2017
Masyarakat film Wlingiwood masih berupa embrio. Belum sekuat dan setangguh itu, jaringannya belum seluas sana. Tapi, cah... Mari kita pastikan wong Wlingiwood tak terhentikan lompatannya.
Semangat ing pecicilan lan seduluran ing pakaryan!!!
TANDYA!!!
DAY 22: 25 Maret 2017
Tim Wlingiwood kali ini ncen sangar. Hujan tak menghentikan mereka. Malah nggo dolanan.
So guys...jo lali. Suk kita gawe film meneh n bakal ana festival meneh.
Met hari film nasional, Guys.
Setelah semua pulang, baru lah kita itung utang...
Sampai jumpa.
We had shown you what is called... Passion.
Maturnuwun.
Dan suasana festivalnya adalah begini hehehe...
Post a Comment