Hasil Lomba Film dalam rangka HARI KESEHATAN NASIONAL 2015

Oleh: NOVAN COKLAT (stunt coordinator di Wlingiwood)

Hoi, ini saya...COKLAT hehe...

Lomba film dalam rangka Hari Kesehatan Nasional bulan Oktober 2015 kemaren, kami WLINGIWOOD FILMMAKERS mendapatkan prestasi yang bisa dibilang lumayan memuaskan. Dapet Juara II, coyyyy..... film dengan judul SIXPACK lah yang telah mengantarkan kami di posisi ini. Sutradaranya, Cak Gugun lantas diundang ke Jakarta oleh Kemenkes buat mewaklili penerimaan penghargaan pada tanggal 27 November 2015. Wahhh saya gak diajakkkk...hiks hiks...

Gimana rasanya hasil kerja keras kami dapat penghargaan? Seneng sih iya, tapi kalau puas saya rasa belum. Setidaknya kami telah berusaha semampu kami.Walaupun belum mendapatkan hasil yang maksimal, tapi kami akan berusaha lebih keras dan lebih keras lagi untuk mencapai puncak. "Lama - lama berusaha, akhirnya membuahkan hasil juga. Kalau belum membuahkan hasil, berarti berusahanya kurang lama"

Keren kan pialanya?

Tim SIXPACK: Gugun Ekalaya gendong Haski (produser dan sutradara), saya (stunt coordinator), Mbeno Ajie (aktor utama) dan Andy Zunandi (stunt fighter)

Mas Betet Kunamsinam VS Cak Gugun. Asyik bisa ketemuan ama sesama warga Wlingiwood di Jakarta!
Oke, nantikan pecicilan kami di event selanjutnya :)
Oleh: NOVAN COKLAT (stunt coordinator di Wlingiwood)

Hoi, ini saya...COKLAT hehe...

Lomba film dalam rangka Hari Kesehatan Nasional bulan Oktober 2015 kemaren, kami WLINGIWOOD FILMMAKERS mendapatkan prestasi yang bisa dibilang lumayan memuaskan. Dapet Juara II, coyyyy..... film dengan judul SIXPACK lah yang telah mengantarkan kami di posisi ini. Sutradaranya, Cak Gugun lantas diundang ke Jakarta oleh Kemenkes buat mewaklili penerimaan penghargaan pada tanggal 27 November 2015. Wahhh saya gak diajakkkk...hiks hiks...

Gimana rasanya hasil kerja keras kami dapat penghargaan? Seneng sih iya, tapi kalau puas saya rasa belum. Setidaknya kami telah berusaha semampu kami.Walaupun belum mendapatkan hasil yang maksimal, tapi kami akan berusaha lebih keras dan lebih keras lagi untuk mencapai puncak. "Lama - lama berusaha, akhirnya membuahkan hasil juga. Kalau belum membuahkan hasil, berarti berusahanya kurang lama"

Keren kan pialanya?

Tim SIXPACK: Gugun Ekalaya gendong Haski (produser dan sutradara), saya (stunt coordinator), Mbeno Ajie (aktor utama) dan Andy Zunandi (stunt fighter)

Mas Betet Kunamsinam VS Cak Gugun. Asyik bisa ketemuan ama sesama warga Wlingiwood di Jakarta!
Oke, nantikan pecicilan kami di event selanjutnya :)
Baca

Perkenalan Ulang WLINGIWOOD FILMMAKERS

Rahayu,
Saya Gugun Ekalaya, koordinator Wlingiwood Filmmakers. Update lagi soal Wlingiwood Filmmakers.
Alhamdulillah satu tahun bergerak, Wlingiwood mulai dikenal beberapa filmmakers Indonesia. Terbuka kemungkinan kolaborasi dengan teman-teman daerah lain.
Gugun Ekalaya (koordinator), Betet Kunamsinam (Jakarta representative), Mbeno (Stunt Fighter Instructor), Novan Coklat (yang motret)
Sebenarnya Wlingiwood itu apaan sih? Gitu teman-teman dari daerah lain nanya langsung ke saya. Perkenalan saya mulai dengan bercerita soal Wlingi, dimana letak geografisnya, ada apa aja di sana.
Sebenarnya Wlingi tuh nggak asing-asing banget loh. Kalau pernah nonton film Punk In Love (sutradara Ody C. Harahap) ada lho satu scene yang diambil di Wlingi (gerbang diliwatin doang hehehe).
Di Wlingi ada taman kota yang luas dengan arena bermain, ada pasar tradisional yang besar, pasar hewan juga ada, ada bendungan obyek wisata, bangunan-bangunan tua ada beberapa namun menunggu kehancuran. Stasiun Wlingi juga jadi tempat berhenti kereta api kelas eksekutif. Setiap dari Blitar ke Malang ya pasti lewat Wlingi. Mungkin kalian jarang dengar nama Wlingi, namun setelah setahun ini paling tidak nanti kalian akan kebanjiran kreativitas dari sini. Yup! Wlingiwood Filmmakers akan membanjiri ruang apresiasi film di Indonesia.
Wlingiwood Filmmakers bukanlah production house, bukan sekolah film dalam arti lembaga. Kami cuma komunitas swadaya, tanpa bantuan dari institusi manapun (belum hehehe kami mah apa atuh...). Kami membuka diri terhadap kolaborasi satu visi, non politis dan apapun yang memajukan kreativitas anak muda. Gak ada syarat gabung yang muluk-muluk. Bikin film aja bareng kami, dan di poster ada tulisan Wlingiwood Filmmakers itu udah merupakan inisiasi jadi warga Wlingiwood Filmmakers.
Belakangan ini kami rajin ikut festival-festival, maka ke depan sudah selayaknya kami lebih mengorganisir. Dimulai dengan mengurus komunitas sini secara kecil-kecilan. Siapa mau produksi film dan bergabung untuk diarahkan ke festival-festival ntar kontak kami.
Saya Gugun akan bertindak selaku koordinator komunitas, lalu ada @Novan Coklat yang berlaku sebagai publisis, manajer penjadwalan dll. yah mumpung HP dia baru musti dimanfaatin. @Kakang Mbeno masih sebagai trainer stunt fighter di lapangan. Kalo yang di Jakarta mau kolaborasi ama tim Wlingiwood dan mau ngobrol intens bisa kontak Mas @Betet Kunamsinam, dia representasi Wlingiwood di Jakarta.
Kita simple kok, .....we make films....keep making films...that's what we do in Wlingiwood. Traadaaaagh! 

GUGUN EKALAYA
(Koordinator Wlingiwood Filmmakers)

Rahayu,
Saya Gugun Ekalaya, koordinator Wlingiwood Filmmakers. Update lagi soal Wlingiwood Filmmakers.
Alhamdulillah satu tahun bergerak, Wlingiwood mulai dikenal beberapa filmmakers Indonesia. Terbuka kemungkinan kolaborasi dengan teman-teman daerah lain.
Gugun Ekalaya (koordinator), Betet Kunamsinam (Jakarta representative), Mbeno (Stunt Fighter Instructor), Novan Coklat (yang motret)
Sebenarnya Wlingiwood itu apaan sih? Gitu teman-teman dari daerah lain nanya langsung ke saya. Perkenalan saya mulai dengan bercerita soal Wlingi, dimana letak geografisnya, ada apa aja di sana.
Sebenarnya Wlingi tuh nggak asing-asing banget loh. Kalau pernah nonton film Punk In Love (sutradara Ody C. Harahap) ada lho satu scene yang diambil di Wlingi (gerbang diliwatin doang hehehe).
Di Wlingi ada taman kota yang luas dengan arena bermain, ada pasar tradisional yang besar, pasar hewan juga ada, ada bendungan obyek wisata, bangunan-bangunan tua ada beberapa namun menunggu kehancuran. Stasiun Wlingi juga jadi tempat berhenti kereta api kelas eksekutif. Setiap dari Blitar ke Malang ya pasti lewat Wlingi. Mungkin kalian jarang dengar nama Wlingi, namun setelah setahun ini paling tidak nanti kalian akan kebanjiran kreativitas dari sini. Yup! Wlingiwood Filmmakers akan membanjiri ruang apresiasi film di Indonesia.
Wlingiwood Filmmakers bukanlah production house, bukan sekolah film dalam arti lembaga. Kami cuma komunitas swadaya, tanpa bantuan dari institusi manapun (belum hehehe kami mah apa atuh...). Kami membuka diri terhadap kolaborasi satu visi, non politis dan apapun yang memajukan kreativitas anak muda. Gak ada syarat gabung yang muluk-muluk. Bikin film aja bareng kami, dan di poster ada tulisan Wlingiwood Filmmakers itu udah merupakan inisiasi jadi warga Wlingiwood Filmmakers.
Belakangan ini kami rajin ikut festival-festival, maka ke depan sudah selayaknya kami lebih mengorganisir. Dimulai dengan mengurus komunitas sini secara kecil-kecilan. Siapa mau produksi film dan bergabung untuk diarahkan ke festival-festival ntar kontak kami.
Saya Gugun akan bertindak selaku koordinator komunitas, lalu ada @Novan Coklat yang berlaku sebagai publisis, manajer penjadwalan dll. yah mumpung HP dia baru musti dimanfaatin. @Kakang Mbeno masih sebagai trainer stunt fighter di lapangan. Kalo yang di Jakarta mau kolaborasi ama tim Wlingiwood dan mau ngobrol intens bisa kontak Mas @Betet Kunamsinam, dia representasi Wlingiwood di Jakarta.
Kita simple kok, .....we make films....keep making films...that's what we do in Wlingiwood. Traadaaaagh! 

GUGUN EKALAYA
(Koordinator Wlingiwood Filmmakers)

Baca

WLINGIWOOD FILMMAKERS GOES TO DEPOK

Alhamdulillah, salah satu film dari Wlingiwood berjudul "SIX PACK" (produksi Prodeopop Creative Services) masuk ke dalam finalis 10 besar lomba film pendek Hari Kesehatan Nasional 2015. Pada tanggal 17 Oktober 2015 kemarin Cak Gugun, Mbeno dan Coklat berangkat ke Kinasih Resort Depok untuk mengikuti workshop film 4 hari bersama Kalyana Shira Films. Depok tuh 1 - 2 jam lah dari Jakarta. Semua akomodasi, transport kereta api eksekutif, tiket pesawat dibayarin penuh lho. Pulang pun masih disangoni sama panitia. Kerennnnn :D

Press conference lah pura-puranya

Now Playing!

Selama 4 hari Wlingiwood Filmmakers berinteraksi bersama para pemateri dan teman-teman finalis lainnya. Tak ketinggalan pula kami ngobrol ama yang punya Kalyana Shira Films yaitu Teh Nia Dinata! bagi kalian yang belum tahu siapa Nia Dinata, googling deh! Dia sutradara perempuan yang sering membuat karya kontroversial. Ternyata Teh Nia Dinata nih orangnya ramah banget euyyy.... you know...kami sering dicuekin di kampung, tapi di sini kami diperlakukan sebagai "sesuwatuhhh" meskipun sebenarnya "kami ini mah apa atuh?"

Latihan Yoga bersama Teh Nia Dinata

Banyak pengalaman yang kami timba di Depok. Selain ngobrol intens dengan Teh Nia, kami juga ngobrol ama Mbak Pritagita Arianegara, dia berpengalaman menjadi asisten sutradara lebih dari 40 film nasional. Antara lain Ayat-Ayat Cinta, Soekarno, Tjokroaminoto dan lain-lain. Wlingiwood belajar manajemen produksi bersama Mbak Prita ini.

Lalu ada Lucky Kuswandi, sutradara yang karyanya masuk ke kancah Cannes Film Festival, Dia mengajar kelas penulisan naskah film. Om Lucky ini selalu kontroversial karena mengangkat masalah LGBT dalam film-filmnya. Dia memberikan ilmu soal membuat karakter film yang nggak lempeng-lempeng aja.

Terus ada Aghi Narottama, komposer musik film yang menggarap banyak film nasional antara lain film Berbagi Suami. Wlingiwood juga berkesempatan ngobrol dengannya. Orangnya rendah hati dan ramah. Lalu ada kelas Casting oleh Om Hagai Pakan, kelas sinematografi sama Bang Mayk Wongkar, kelas publikasi film oleh Adella Fauzi dan tak lupa re-editing yang dipandu Mbak Rininta Agustine. Mbak Rininta ini pernah nggarap post productionnya The Raid loh.

Kak Rinintaaaaa! :D

4 hari di Depok, banyak kesan dan ilmu kami dapat. Setelah ini insyaallah Wlingiwood Filmmakers akan semakin beringas dalam kreativitas. Nantikan yachhh! :)

Oiya...pas berangkat kami ketemu Daredevil
Tak lupa Wlingiwood Filmmakers berterimakasih kepada Ibu A.J. Boesra yang menjadi panitia penyelenggara lomba ini. Beliau bekerjasama dengan Kementrian Kesehatan untuk mewujudkan acara yang asyik ini. Beliaulah yang mengurus kami selama di Depok, sungguh panitia terhebat yang pernah kami jumpai. Makasih Ibu Boesra :)

Bu Boesra panitia paling tangguh, keren dan ramah yang pernah kami jumpai

Hope you all be inspired yo, Cahhhh :)





Alhamdulillah, salah satu film dari Wlingiwood berjudul "SIX PACK" (produksi Prodeopop Creative Services) masuk ke dalam finalis 10 besar lomba film pendek Hari Kesehatan Nasional 2015. Pada tanggal 17 Oktober 2015 kemarin Cak Gugun, Mbeno dan Coklat berangkat ke Kinasih Resort Depok untuk mengikuti workshop film 4 hari bersama Kalyana Shira Films. Depok tuh 1 - 2 jam lah dari Jakarta. Semua akomodasi, transport kereta api eksekutif, tiket pesawat dibayarin penuh lho. Pulang pun masih disangoni sama panitia. Kerennnnn :D

Press conference lah pura-puranya

Now Playing!

Selama 4 hari Wlingiwood Filmmakers berinteraksi bersama para pemateri dan teman-teman finalis lainnya. Tak ketinggalan pula kami ngobrol ama yang punya Kalyana Shira Films yaitu Teh Nia Dinata! bagi kalian yang belum tahu siapa Nia Dinata, googling deh! Dia sutradara perempuan yang sering membuat karya kontroversial. Ternyata Teh Nia Dinata nih orangnya ramah banget euyyy.... you know...kami sering dicuekin di kampung, tapi di sini kami diperlakukan sebagai "sesuwatuhhh" meskipun sebenarnya "kami ini mah apa atuh?"

Latihan Yoga bersama Teh Nia Dinata

Banyak pengalaman yang kami timba di Depok. Selain ngobrol intens dengan Teh Nia, kami juga ngobrol ama Mbak Pritagita Arianegara, dia berpengalaman menjadi asisten sutradara lebih dari 40 film nasional. Antara lain Ayat-Ayat Cinta, Soekarno, Tjokroaminoto dan lain-lain. Wlingiwood belajar manajemen produksi bersama Mbak Prita ini.

Lalu ada Lucky Kuswandi, sutradara yang karyanya masuk ke kancah Cannes Film Festival, Dia mengajar kelas penulisan naskah film. Om Lucky ini selalu kontroversial karena mengangkat masalah LGBT dalam film-filmnya. Dia memberikan ilmu soal membuat karakter film yang nggak lempeng-lempeng aja.

Terus ada Aghi Narottama, komposer musik film yang menggarap banyak film nasional antara lain film Berbagi Suami. Wlingiwood juga berkesempatan ngobrol dengannya. Orangnya rendah hati dan ramah. Lalu ada kelas Casting oleh Om Hagai Pakan, kelas sinematografi sama Bang Mayk Wongkar, kelas publikasi film oleh Adella Fauzi dan tak lupa re-editing yang dipandu Mbak Rininta Agustine. Mbak Rininta ini pernah nggarap post productionnya The Raid loh.

Kak Rinintaaaaa! :D

4 hari di Depok, banyak kesan dan ilmu kami dapat. Setelah ini insyaallah Wlingiwood Filmmakers akan semakin beringas dalam kreativitas. Nantikan yachhh! :)

Oiya...pas berangkat kami ketemu Daredevil
Tak lupa Wlingiwood Filmmakers berterimakasih kepada Ibu A.J. Boesra yang menjadi panitia penyelenggara lomba ini. Beliau bekerjasama dengan Kementrian Kesehatan untuk mewujudkan acara yang asyik ini. Beliaulah yang mengurus kami selama di Depok, sungguh panitia terhebat yang pernah kami jumpai. Makasih Ibu Boesra :)

Bu Boesra panitia paling tangguh, keren dan ramah yang pernah kami jumpai

Hope you all be inspired yo, Cahhhh :)





Baca

PEMENANG FESTIVAL FILM PELAJAR TINGKAT SMA/SMK SE-BLITAR RAYA 2015

Rabu 13 Mei kemarin di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar diadakan pemutaran kecil film-film yang dilombakan pada FESTIVAL FILM PELAJAR TINGKAT SMA/SMK SE-BLITAR RAYA 2015.

Acara dimulai pukul 8 pagi. Juri yang ditunjuk pihak Dinas Pendidikan adalah Wima Bramantya (Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Blitar), Heri Langit (Praktisi Teater) dan Antok Agusta (fotografer dan pemateri perfilman).

Wajah para pembina dan siswa peserta festival setelah mendengar pengumuman pemenang
Juri memutuskan menilai film tidak berdasarkan petunjuk pelaksanaan lomba melainkan berdasarkan nilai potensi dari karya. Tidak seperti rencana sebelumnya yang mana akan ada kategori Sutradara Terbaik, Editor Terbaik, Aktor dan Aktris Terbaik, Naskah Terbaik dan lain-lain, festival ini ternyata hanya memilih 3 Juara. Yang terpilih sebagai juara adalah:

Juara 1 SMA Negeri Srengat (berhak mewakili Kabupaten Blitar mengikuti FLS2N tingkat Jawa Timur)
Juara 2 SMK PGRI Wlingi
Juara 3 SMAN 1 Talun


Rabu 13 Mei kemarin di Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar diadakan pemutaran kecil film-film yang dilombakan pada FESTIVAL FILM PELAJAR TINGKAT SMA/SMK SE-BLITAR RAYA 2015.

Acara dimulai pukul 8 pagi. Juri yang ditunjuk pihak Dinas Pendidikan adalah Wima Bramantya (Ketua Dewan Kesenian Kabupaten Blitar), Heri Langit (Praktisi Teater) dan Antok Agusta (fotografer dan pemateri perfilman).

Wajah para pembina dan siswa peserta festival setelah mendengar pengumuman pemenang
Juri memutuskan menilai film tidak berdasarkan petunjuk pelaksanaan lomba melainkan berdasarkan nilai potensi dari karya. Tidak seperti rencana sebelumnya yang mana akan ada kategori Sutradara Terbaik, Editor Terbaik, Aktor dan Aktris Terbaik, Naskah Terbaik dan lain-lain, festival ini ternyata hanya memilih 3 Juara. Yang terpilih sebagai juara adalah:

Juara 1 SMA Negeri Srengat (berhak mewakili Kabupaten Blitar mengikuti FLS2N tingkat Jawa Timur)
Juara 2 SMK PGRI Wlingi
Juara 3 SMAN 1 Talun


Baca

Festival Film Pelajar Se-Blitar Raya 2015

Pada tanggal 24 April - 7 Mei 2015 ini diadakan Festival Film Pelajar Se-Blitar Raya yang diikuti oleh siswa SMA/SMK di seluruh Kabupaten Blitar. Ini adalah Festival Film pelajar yang pertama diadakan di kabupaten Blitar. Acara ini diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar untuk menjaring bakat-bakat perfilman pelajar. Khusus untuk peserta dari SMA yang mendapat nilai tertinggi maka akan dikirim ke FLS2N (Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional) tingkat propinsi. Dari Wlingiwood yang akan berpartisipasi adalah BARA Film dari SMAN 1 Talun dan PICHAMMER Film Club dari SMK PGRI Wlingi.

Acara sosialisasi Festival Film Pendek Pelajar Se-Blitar Raya. Koordinator Johan Argono.


Pada tanggal 24 April - 7 Mei 2015 ini diadakan Festival Film Pelajar Se-Blitar Raya yang diikuti oleh siswa SMA/SMK di seluruh Kabupaten Blitar. Ini adalah Festival Film pelajar yang pertama diadakan di kabupaten Blitar. Acara ini diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar untuk menjaring bakat-bakat perfilman pelajar. Khusus untuk peserta dari SMA yang mendapat nilai tertinggi maka akan dikirim ke FLS2N (Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional) tingkat propinsi. Dari Wlingiwood yang akan berpartisipasi adalah BARA Film dari SMAN 1 Talun dan PICHAMMER Film Club dari SMK PGRI Wlingi.

Acara sosialisasi Festival Film Pendek Pelajar Se-Blitar Raya. Koordinator Johan Argono.


Baca

PICHAMMER Film Club, ekskul film di SMK PGRI Wlingi

Bermula dari perjumpaan kadang-kadang antara Pak Juari Wakasek Bidang Kesiswaan SMK PGRI Wlingi dengan orang-orang Wlingiwood Filmmakers tercetuslah keinginan untuk mendirikan sebuah ekskul film di sekolah tersebut. Maka tak perlu nunggu lama lagi, Wlingiwood Filmmakers pun merespon tawaran tersebut. Tepat pada 9 Februari 2015, berdirilah ekskul film di SMK PGRI Wlingi yang dikasih nama PICHAMMER. Entah apa artinya...ntar kalo ketemu anak-anak Pichammer tanyain aja hehehe

Dalam waktu dekat PICHAMMER berencana memproduksi film debut mereka.








Bermula dari perjumpaan kadang-kadang antara Pak Juari Wakasek Bidang Kesiswaan SMK PGRI Wlingi dengan orang-orang Wlingiwood Filmmakers tercetuslah keinginan untuk mendirikan sebuah ekskul film di sekolah tersebut. Maka tak perlu nunggu lama lagi, Wlingiwood Filmmakers pun merespon tawaran tersebut. Tepat pada 9 Februari 2015, berdirilah ekskul film di SMK PGRI Wlingi yang dikasih nama PICHAMMER. Entah apa artinya...ntar kalo ketemu anak-anak Pichammer tanyain aja hehehe

Dalam waktu dekat PICHAMMER berencana memproduksi film debut mereka.








Baca

6 Tahun SAANANE

Gerakan komunal. Dulu istilah inilah yang dingiangkan di kupingku oleh sahabatku Johan Argono, seorang akademisi edukator dari Wlingiwood. Dengan berbasis istilah itulah kami lalu mendirikan komunitas yang kami namakan SAANANE. SAANANE artinya seadanya. Maknanya adalah bahwa kita bisa berkarya tanpa dibatasi oleh kondisi. Itu kami buktikan dengan produksi rutin tiap tahun. Kalau sekarang banyak yang melihat kegiatan film di kota ndeso ini begitu aktif, itu tak lepas dari sanggar kreatif ini.


SAANANE berdiri dengan pemikiran bahwa anak muda perlu mendapat wadah penyaluran bakat dan energi. Saya sendiri orangnya kan gampang prihatinan. Misalnya lihat anak-anak muda nongkrong tanpa kegiatan, vandalis, mulai ngonsumsi narkoba dll. Nah daripada cuman update status mengeluh keadaan (yang mana hanya akan jadi wacana) saya berpikir bahwa mustinya ada yang bisa dilakukan sekecil apapun. Kebetulan di Wlingiwood saat itu belum ada kegiatan yang neko-neko semacam sanggar kreatif.


Berbekal niat sederhana ingin “pecicilan” maka terbentuklah Sanggar SAANANE. Komunitas ini menjadi semacam universitas, padepokan, paguyuban atau apapun selama kita masih bisa “obah” dan “pecicilan”. Entah apa yang sekarang dicapai oleh para warga komunitas ini setelah kemudian terjun di masyarakat, yang jelas kalo saya pribadi bisa bilang….saya sekolah film itu di sini. Gurunya siapa? Ya keadaan, ya permasalahan, ya keterbatasan.















Sanggar SAANANE adalah sebuah embrio dari gerakan kreatif di Wlingiwood. Bagi kami ini adalah gerakan nyata sebagai antitesis “nulis status doang”. Keadaan yang kita keluhkan mungkin sukar diubah, tapi pasti ada satu langkah kecil yang bisa kita lakukan. Wlingiwood itu aslinya cuman ndeso. Rasa-rasanya nyaris mustahil bikin kegiatan film di sini. Lha wong film itu kan hobi mahal…
Tapi kalo nggak dicoba ya gimana kita tahu?

Atau kita tetap saja menyalahkan keadaan?

Happy ambal warso Sanggar SAANANE (sejak 2009)

Sekilas tentang Sanggar SAANANE bisa dibaca di SINI.


Wlingi 1 Mei 2015


Gugun, lulusan SAANANE dan Wong Wlingiwood
Gerakan komunal. Dulu istilah inilah yang dingiangkan di kupingku oleh sahabatku Johan Argono, seorang akademisi edukator dari Wlingiwood. Dengan berbasis istilah itulah kami lalu mendirikan komunitas yang kami namakan SAANANE. SAANANE artinya seadanya. Maknanya adalah bahwa kita bisa berkarya tanpa dibatasi oleh kondisi. Itu kami buktikan dengan produksi rutin tiap tahun. Kalau sekarang banyak yang melihat kegiatan film di kota ndeso ini begitu aktif, itu tak lepas dari sanggar kreatif ini.


SAANANE berdiri dengan pemikiran bahwa anak muda perlu mendapat wadah penyaluran bakat dan energi. Saya sendiri orangnya kan gampang prihatinan. Misalnya lihat anak-anak muda nongkrong tanpa kegiatan, vandalis, mulai ngonsumsi narkoba dll. Nah daripada cuman update status mengeluh keadaan (yang mana hanya akan jadi wacana) saya berpikir bahwa mustinya ada yang bisa dilakukan sekecil apapun. Kebetulan di Wlingiwood saat itu belum ada kegiatan yang neko-neko semacam sanggar kreatif.


Berbekal niat sederhana ingin “pecicilan” maka terbentuklah Sanggar SAANANE. Komunitas ini menjadi semacam universitas, padepokan, paguyuban atau apapun selama kita masih bisa “obah” dan “pecicilan”. Entah apa yang sekarang dicapai oleh para warga komunitas ini setelah kemudian terjun di masyarakat, yang jelas kalo saya pribadi bisa bilang….saya sekolah film itu di sini. Gurunya siapa? Ya keadaan, ya permasalahan, ya keterbatasan.















Sanggar SAANANE adalah sebuah embrio dari gerakan kreatif di Wlingiwood. Bagi kami ini adalah gerakan nyata sebagai antitesis “nulis status doang”. Keadaan yang kita keluhkan mungkin sukar diubah, tapi pasti ada satu langkah kecil yang bisa kita lakukan. Wlingiwood itu aslinya cuman ndeso. Rasa-rasanya nyaris mustahil bikin kegiatan film di sini. Lha wong film itu kan hobi mahal…
Tapi kalo nggak dicoba ya gimana kita tahu?

Atau kita tetap saja menyalahkan keadaan?

Happy ambal warso Sanggar SAANANE (sejak 2009)

Sekilas tentang Sanggar SAANANE bisa dibaca di SINI.


Wlingi 1 Mei 2015


Gugun, lulusan SAANANE dan Wong Wlingiwood
Baca

Sanggar SAANANE, Wadah Kegilaan Berkreasi Dalam Keterbatasan

Apa itu SAANANE?

SAANANE adalah bahasa Jawa untuk "seadanya". Ini adalah nama komunitas kreatif di kota kecil saya, Wlingi (satu jam ke timur dari Blitar Kota). Namanya begitu karena kami memang seadanya. Apa yang ada kita manfaatkan berkreasi. Kegiatan kami adalah antara lain bikin film (dengan mikro bahkan zero budget), bikin kerajinan ukir-ukiran, workshop untuk pemuda kampung, latihan kanuragan rutin dll. Ini komunitas multi talent.
Logo Sanggar SAANANE (mirip lambang partai...heh heh)

Para pasukan siap bikin film di WOLFINDEN 2011
Kalau anda main ke tempat kami, anda akan mendapati sebuah gerbang. Di dalam lalu terlihat ada sedikit halaman lapang dan sebuah gazebo. Di sinilah kami berbasis. Beruntung kami dipersilakan menempati tempat yang aslinya milik keluarga Pak Margan Mudjito ini. Kok kami bisa dapat lokasi semudah ini? Tentu saja karena salah satu pendiri komunitas adalah putra almarhum Pak Margan. Dia Johan Argono, sahabat saya.

Di Sanggar SAANANE, setiap rabu sore dan minggu, biasanya anda akan mendapati remaja-remaja berjumpalitan, salto, ber-Capoeira, Silat, Parkour, Wushu dll. Atau kadang ada yang sibuk dengan mesin ukir, membuat motif-motif di tempurung buah maja. Pada waktu-waktu tertentu kita nongkrong, entah karena rapat produksi atau cuma nongkrong saja di gazebo. Yang paling ramai mungkin sekitar bulan Februari hingga Mei. Pada empat bulan itu, tiap tahun kami mengadakan acara yang disebut WOLFINDEN (Workshop Film Independen) yaitu program bikin film bareng. Tak hanya anggota Sanggar SAANANE atau anggota teater SMA (Teater BARA) tempat saya melatih, kami juga menggandeng orang-orang luar, masyarakat, kadang pejabat. Kita bikin film bareng yang kemudian ditonton bareng-bareng. Soal biaya? Ya bisa dari mana saja. Biasanya malah nyaris nol. Kamera kami pinjam, lighting dan alat-alat lain kami bikin atau modifikasi sendiri.

Poster kegiatan WOLFINDEN yang pertama
Poster kegiatan WOLFINDEN yang pertama

Intinya, kalau mau kreatif yang diperlukan cuma perlu kemauan. Tak usah mikir fasilitas atau dana duluan. Komunitas kami sejak 2009 sampai sekarang berkarya benar-benar dengan alat seadanya. Kalau pun pernah pakai alat bagus, itu juga pinjam. Awal membangun komunitas ini, kami hanya tahu kegiatan semacam ini lazimnya ada di kota besar. Komunitas film? Hanya ada di kota besar. Komunitas urban sport? Tak banyak. Sanggar SAANANE kami bangun dengan semangat berbagi kegilaan kreativitas agar kota kecil kami jadi hidup.

Saya pribadi miris lihat banyak generasi muda mengisi waktu dengan merusak diri. Tawuran, balapan liar, alkohol, drug, seks bebas (hmmm...saya suka juga sih lihat rekamannya...yang 3gp itu...tapi hati tetap aja miris he he he mereka terlalu muda untuk rusak). Saya jadi tidak tenang melihat itu ada di sekitar saya. Sementara saya sendiri juga nggak suka berkotbah atau ceramah. Karena alasan inilah saya ingin melakukan sesuatu yang efektif. 

Dari mana awalnya semua bermula?

Kira-kira 5 tahunan silam, sahabat saya Johan Argono (yang saya sebut di atas) berdiskusi dengan saya tentang sebuah ide. Seingat saya, kami membahasnya sambil nongkrong di pinggir jalan dekat rumah. Kebetulan itu masa-masa paska lebaran, jadi ada cukup waktu buat ngobrol bagi kami yang sama-sama punya kegiatan di beda kota. Ya, saat itu saya masih bolak-balik Jogja-Wlingi sedangkan Johan memutuskan menetap di Wlingi. Saat itu saya sudah rampung kuliah (yang 9an tahun) sedang Johan belum diangkat jadi PNS.

Johan Argono dan saya di screening WOLFINDEN 2010Johan Argono dan saya di screening WOLFINDEN 2010

Ide Johan adalah bagaimana membuat sebuah komunitas yang bisa mewadahi pemuda untuk jadi kreatif. Johan yang saya kenal sejak SMP memang suka sekali berkomunitas. Dia aktif di ekskul dan kepengurusan OSIS. Waktu itu saya menawarkan ide semacam komunitas dengan kegiatan budaya, musik atau apalah yang bisa mempelopori aktivitas kreatif di kota kami. Kami berdua sangat terkenang dengan Wlingi di masa 80an. Masa itu, bayangkan, kota kecil (yang cenderung disebut desa) punya 3 gedung bioskop, ada pertunjukan seni rutin, ada ketoprak (waktu itu masa kejayaan Siswo Budoyo), ada sanggar tari dll. Sementara pada saat kami ngobrol itu, Wlingi vakum dari kegiatan budaya yang rutin. Sayang visi kami saat itu terjeda karena saya balik ke Jogja dan Johan sibuk mengajar.

"Tugu Garuda", salah satu landmark Wlingi. Sebenarnya sih tugu kelompencapir...
"Tugu Garuda", salah satu landmark Wlingi. Sebenarnya sih tugu kelompencapir...
Teater BARA SMANTA, komunitas yang berperan penting dalam terbentuknya Sanggar SAANANETeater BARA SMANTA, komunitas yang berperan penting dalam terbentuknya Sanggar SAANANE

Tahun 2009, saya terpaksa pulang ke Wlingi dan tak punya dana untuk melanjutkan cita-cita di Jogja (gamblangnya, saya gagal atau menggagalkan diri...ada ceritanya tersendiri). Saya menganggur di rumah. Paling kerjaan ya mengajar di bimbel dengan upah 9000 rupiah per jam. Johan mengajak saya untuk mengajari murid-murid teaternya di SMA untuk bikin film. Saya tanya, kameranya macam apa? Dia hanya menunjukkan kamera saku. Mirip punya saya tapi lebih canggih. Ya, nggak masalah. Itu masih bisa dipakai. 

"Tanggal Merah", film pertama di WOLFINDEN (2009)"Tanggal Merah", film pertama di WOLFINDEN (2009)

Maka lahirlah film pendek berdurasi sekitar 25 menit karya anak-anak SMA berjudul "Tanggal Merah". Ini film pertama yang kami buat di kota ini. Selanjutnya saya menggantikan mengajar teater (dan juga film) di sekolah itu, karena Johan pindah mengajar ke Blitar. Kegiatan ini kemudian menjadi pemantik lahirnya komunitas yang Johan utarakan dulu, waktu nongkrong di pinggir jalan. Kami namai komunitas ini Sanggar Kreatif SAANANE yang kemudian cukup Sanggar SAANANE saja. Sampai tahun 2012 kurang lebih ada 12 film kami bikin. Nggak ada yang meliput. Belum ada wartawan tertarik meliput.

PETSU Gelombang 1PETSU Gelombang 1
PETSU Gelombang 2PETSU Gelombang 2
PETSU Gelombang 3 & The Monkey Blitz ParkourPETSU Gelombang 3 & The Monkey Blitz Parkour
PETSU Gelombang 4PETSU Gelombang 4
Latihan rutin PETSU di Sanggar SAANANELatihan rutin PETSU di Sanggar SAANANE
Latihan PETSULatihan PETSU

Sejak kelahiran film "Tanggal Merah", kreativitas kami makin menggila. Lebih gila lagi karena kami menggagas kegiatan rutin latihan kanuragan yang bernama Pecicilan-Jutsu Club yang kemudian menjadi PETSU (Paduan Energi Semangat Teknik & Usaha). Peserta PETSU inilah yang tiap rabu dan minggu berjumpalitan di Sanggar. Bersama anak-anak pecicilan itu kami bikin film indie panjang pertama kami (mungkin pertama di kota kami) berjudul "APYUN". Lalu anak-anak Sanggar juga punya ide bikin kegiatan latihan Parkour pertama di Blitar. Lahirlah The Monkey Blitz. Pada masa berikutnya ada lebih banyak kegiatan diadakan komunitas kami, misalnya pelatihan bisnis online, belajar notasi musik bersama, pelatihan ukir, bincang-bincang soal film independent, peringatan hari film nasional, jualan ukiran buah maja dll. 

Rolling and...action! (Nyuting bidadari mandi)Rolling and...action! (Nyuting bidadari mandi)
Syuting film action pertamaSyuting film action pertama
Workshop ukir di Gazebo SanggarWorkshop ukir di Gazebo Sanggar
Mengukir buah maja
Mengukir buah maja
Ukiran buah maja siap dijual
Ukiran buah maja siap dijual

Sampai saat ini kami terus saja melakukan kegilaan-kegilaan kreatif di kota ini. Berharap ini menjadi semacam investasi budaya. Ke depan kami berharap kegilaan ini menular ke seluruh kota sehingga bangsa ini punya masa depan dengan generasi mudanya.

Memulai perubahan itu sederhana, mulai saja dari apa yang kita suka.

-----------

Repost oleh Gugun, lulusan SAANANE dan Wong Wlingiwood

Apa itu SAANANE?

SAANANE adalah bahasa Jawa untuk "seadanya". Ini adalah nama komunitas kreatif di kota kecil saya, Wlingi (satu jam ke timur dari Blitar Kota). Namanya begitu karena kami memang seadanya. Apa yang ada kita manfaatkan berkreasi. Kegiatan kami adalah antara lain bikin film (dengan mikro bahkan zero budget), bikin kerajinan ukir-ukiran, workshop untuk pemuda kampung, latihan kanuragan rutin dll. Ini komunitas multi talent.
Logo Sanggar SAANANE (mirip lambang partai...heh heh)

Para pasukan siap bikin film di WOLFINDEN 2011
Kalau anda main ke tempat kami, anda akan mendapati sebuah gerbang. Di dalam lalu terlihat ada sedikit halaman lapang dan sebuah gazebo. Di sinilah kami berbasis. Beruntung kami dipersilakan menempati tempat yang aslinya milik keluarga Pak Margan Mudjito ini. Kok kami bisa dapat lokasi semudah ini? Tentu saja karena salah satu pendiri komunitas adalah putra almarhum Pak Margan. Dia Johan Argono, sahabat saya.

Di Sanggar SAANANE, setiap rabu sore dan minggu, biasanya anda akan mendapati remaja-remaja berjumpalitan, salto, ber-Capoeira, Silat, Parkour, Wushu dll. Atau kadang ada yang sibuk dengan mesin ukir, membuat motif-motif di tempurung buah maja. Pada waktu-waktu tertentu kita nongkrong, entah karena rapat produksi atau cuma nongkrong saja di gazebo. Yang paling ramai mungkin sekitar bulan Februari hingga Mei. Pada empat bulan itu, tiap tahun kami mengadakan acara yang disebut WOLFINDEN (Workshop Film Independen) yaitu program bikin film bareng. Tak hanya anggota Sanggar SAANANE atau anggota teater SMA (Teater BARA) tempat saya melatih, kami juga menggandeng orang-orang luar, masyarakat, kadang pejabat. Kita bikin film bareng yang kemudian ditonton bareng-bareng. Soal biaya? Ya bisa dari mana saja. Biasanya malah nyaris nol. Kamera kami pinjam, lighting dan alat-alat lain kami bikin atau modifikasi sendiri.

Poster kegiatan WOLFINDEN yang pertama
Poster kegiatan WOLFINDEN yang pertama

Intinya, kalau mau kreatif yang diperlukan cuma perlu kemauan. Tak usah mikir fasilitas atau dana duluan. Komunitas kami sejak 2009 sampai sekarang berkarya benar-benar dengan alat seadanya. Kalau pun pernah pakai alat bagus, itu juga pinjam. Awal membangun komunitas ini, kami hanya tahu kegiatan semacam ini lazimnya ada di kota besar. Komunitas film? Hanya ada di kota besar. Komunitas urban sport? Tak banyak. Sanggar SAANANE kami bangun dengan semangat berbagi kegilaan kreativitas agar kota kecil kami jadi hidup.

Saya pribadi miris lihat banyak generasi muda mengisi waktu dengan merusak diri. Tawuran, balapan liar, alkohol, drug, seks bebas (hmmm...saya suka juga sih lihat rekamannya...yang 3gp itu...tapi hati tetap aja miris he he he mereka terlalu muda untuk rusak). Saya jadi tidak tenang melihat itu ada di sekitar saya. Sementara saya sendiri juga nggak suka berkotbah atau ceramah. Karena alasan inilah saya ingin melakukan sesuatu yang efektif. 

Dari mana awalnya semua bermula?

Kira-kira 5 tahunan silam, sahabat saya Johan Argono (yang saya sebut di atas) berdiskusi dengan saya tentang sebuah ide. Seingat saya, kami membahasnya sambil nongkrong di pinggir jalan dekat rumah. Kebetulan itu masa-masa paska lebaran, jadi ada cukup waktu buat ngobrol bagi kami yang sama-sama punya kegiatan di beda kota. Ya, saat itu saya masih bolak-balik Jogja-Wlingi sedangkan Johan memutuskan menetap di Wlingi. Saat itu saya sudah rampung kuliah (yang 9an tahun) sedang Johan belum diangkat jadi PNS.

Johan Argono dan saya di screening WOLFINDEN 2010Johan Argono dan saya di screening WOLFINDEN 2010

Ide Johan adalah bagaimana membuat sebuah komunitas yang bisa mewadahi pemuda untuk jadi kreatif. Johan yang saya kenal sejak SMP memang suka sekali berkomunitas. Dia aktif di ekskul dan kepengurusan OSIS. Waktu itu saya menawarkan ide semacam komunitas dengan kegiatan budaya, musik atau apalah yang bisa mempelopori aktivitas kreatif di kota kami. Kami berdua sangat terkenang dengan Wlingi di masa 80an. Masa itu, bayangkan, kota kecil (yang cenderung disebut desa) punya 3 gedung bioskop, ada pertunjukan seni rutin, ada ketoprak (waktu itu masa kejayaan Siswo Budoyo), ada sanggar tari dll. Sementara pada saat kami ngobrol itu, Wlingi vakum dari kegiatan budaya yang rutin. Sayang visi kami saat itu terjeda karena saya balik ke Jogja dan Johan sibuk mengajar.

"Tugu Garuda", salah satu landmark Wlingi. Sebenarnya sih tugu kelompencapir...
"Tugu Garuda", salah satu landmark Wlingi. Sebenarnya sih tugu kelompencapir...
Teater BARA SMANTA, komunitas yang berperan penting dalam terbentuknya Sanggar SAANANETeater BARA SMANTA, komunitas yang berperan penting dalam terbentuknya Sanggar SAANANE

Tahun 2009, saya terpaksa pulang ke Wlingi dan tak punya dana untuk melanjutkan cita-cita di Jogja (gamblangnya, saya gagal atau menggagalkan diri...ada ceritanya tersendiri). Saya menganggur di rumah. Paling kerjaan ya mengajar di bimbel dengan upah 9000 rupiah per jam. Johan mengajak saya untuk mengajari murid-murid teaternya di SMA untuk bikin film. Saya tanya, kameranya macam apa? Dia hanya menunjukkan kamera saku. Mirip punya saya tapi lebih canggih. Ya, nggak masalah. Itu masih bisa dipakai. 

"Tanggal Merah", film pertama di WOLFINDEN (2009)"Tanggal Merah", film pertama di WOLFINDEN (2009)

Maka lahirlah film pendek berdurasi sekitar 25 menit karya anak-anak SMA berjudul "Tanggal Merah". Ini film pertama yang kami buat di kota ini. Selanjutnya saya menggantikan mengajar teater (dan juga film) di sekolah itu, karena Johan pindah mengajar ke Blitar. Kegiatan ini kemudian menjadi pemantik lahirnya komunitas yang Johan utarakan dulu, waktu nongkrong di pinggir jalan. Kami namai komunitas ini Sanggar Kreatif SAANANE yang kemudian cukup Sanggar SAANANE saja. Sampai tahun 2012 kurang lebih ada 12 film kami bikin. Nggak ada yang meliput. Belum ada wartawan tertarik meliput.

PETSU Gelombang 1PETSU Gelombang 1
PETSU Gelombang 2PETSU Gelombang 2
PETSU Gelombang 3 & The Monkey Blitz ParkourPETSU Gelombang 3 & The Monkey Blitz Parkour
PETSU Gelombang 4PETSU Gelombang 4
Latihan rutin PETSU di Sanggar SAANANELatihan rutin PETSU di Sanggar SAANANE
Latihan PETSULatihan PETSU

Sejak kelahiran film "Tanggal Merah", kreativitas kami makin menggila. Lebih gila lagi karena kami menggagas kegiatan rutin latihan kanuragan yang bernama Pecicilan-Jutsu Club yang kemudian menjadi PETSU (Paduan Energi Semangat Teknik & Usaha). Peserta PETSU inilah yang tiap rabu dan minggu berjumpalitan di Sanggar. Bersama anak-anak pecicilan itu kami bikin film indie panjang pertama kami (mungkin pertama di kota kami) berjudul "APYUN". Lalu anak-anak Sanggar juga punya ide bikin kegiatan latihan Parkour pertama di Blitar. Lahirlah The Monkey Blitz. Pada masa berikutnya ada lebih banyak kegiatan diadakan komunitas kami, misalnya pelatihan bisnis online, belajar notasi musik bersama, pelatihan ukir, bincang-bincang soal film independent, peringatan hari film nasional, jualan ukiran buah maja dll. 

Rolling and...action! (Nyuting bidadari mandi)Rolling and...action! (Nyuting bidadari mandi)
Syuting film action pertamaSyuting film action pertama
Workshop ukir di Gazebo SanggarWorkshop ukir di Gazebo Sanggar
Mengukir buah maja
Mengukir buah maja
Ukiran buah maja siap dijual
Ukiran buah maja siap dijual

Sampai saat ini kami terus saja melakukan kegilaan-kegilaan kreatif di kota ini. Berharap ini menjadi semacam investasi budaya. Ke depan kami berharap kegilaan ini menular ke seluruh kota sehingga bangsa ini punya masa depan dengan generasi mudanya.

Memulai perubahan itu sederhana, mulai saja dari apa yang kita suka.

-----------

Repost oleh Gugun, lulusan SAANANE dan Wong Wlingiwood

Baca
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011.    WLINGIWOOD - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template supported super blog pedia
Proudly powered by Blogger